“..Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi
makan seorang miskin.” [QS 2:184].
Berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang
tidak mampu mengerjakan puasa maka ia wajib membayar fidyah yang diberikan
kepada orang miskin.
Orang yang terkategori orang yang tidak mampu
adalah;
(1) orang hamil,
(2) orang yang sedang menyusui,
(3) orang yang sudah sangat tua.
Mereka diberi keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan
ibadah puasa dengan kompensasi membayar fidyah. Ini didasarkan pada firman Allah
swt, artinya,
Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun hukumnya tetap untuk orang
yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus
memberi makan seorang miskin setiap harinya.” [HR. Bukhari].
Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Ayat
tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.” [HR. Abu Dawud]. [Lihat pada Al-Syaukani, Nailul Authar, Kitaab
al-Shiyaam, hal.297-8].
Termasuk golongan yang tidak mampu berpuasa
adalah orang yang memiliki sakit yang sangat akut, menahun, dan tidak bisa
diharapkan sembuh.
Diriwayatkan oleh Ibn Hazm dari Hammad Ibn
Salah dari Ayub dari Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil
bertanya kepada Ibn ‘Umar, tentang hal puasanya. Ibnu ‘Umar menjawab, “Berbukalah dan berilah makan seorang miskin setiap harinya, dan
tidak usah mengqadla’nya.” [Al-Muhalla
VI:263].
Diriwayatkan pula dari al-Bazar dan
dishahihkan oleh Daruquthniy dari Ibnu ‘Abbas, bahwa beliau pernah berkata
kepada ibu anaknya (budak yang dijadikan isterinya) yang sedang
hamil; “Engkau sekedudukan
dengan orang yang tak sanggup mengerjakan puasa; atas engkau hanya fidyah dan
tidak ada qadha’”. [Hakadza Nashumu, Taufiq Mahmud:239].
Riwayat di atas meskipun mauquf bisa diikuti, bahwa orang yang
hamil, menyusui, dan orang sakit menahun dan akut, harus berbuka, dan tidak
perlu mengqadha’nya. Ia hanya diwajibkan membayar fidyah itupun jika ia mampu.
Dan inilah pendapat yang paling kuat. [Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa wanita yang hamil, atau
menyusui, jika ia berbuka karena takut atas (keselamatan) dirinya, maka ia wajib
mengqadha dan tidak wajib membayar fidyah. Namun bila ia berbuka karena takut
akan keselamatan janinnya, maka ia wajib mengqadha’ dan membayar fidyah. Ini
adalah pendapat Syafi’I, Sufyan, dan Imam Ahmad. Sebagian ‘ulama berpendapat
bahwa si hamil, dan menyusui tidak perlu mengqadha puasanya, namun cukup
membayar fidyah. Akan tetapi bila ia berniat untuk mengqadha’ puasanya maka ia
tidak wajib mengeluarkan fidyah. Sedangakan al-Hasan, Atha’, Zuhri, Sa’id Ibn
Jubair, Nakha’iy dan Abu Hanifah berpendapat, “Tidak
ada kafarat atas si hamil dan wanita yang menyusui; ia hanya wajib qadha’.
Sedangkan Imam Malik menyatakan, “Fidyah itu hanya wajib dikeluarkan atas orang yang menyusui saja,
tidak bagi wanita hamil.”]
Ketentuan Fidyah :
adalah memberikan makan kepada orang miskin
(setiap hari, dengan takaran sebanyak 1 mud (lebih dari 6 ons)), karena tidak
mengerjakan puasa karena ada alasan-alasan syar’i.
Ketentuan ini berdasarkan sebuah riwayat dari
Ibnu ‘Abbas,
“Barangsiapa telah sangat tua yang tidak
sanggup berpuasa Ramadhon, maka ia memberi fidyah sehari sebanyak I mud
gandum.” [HR. Bukhari].
Riwayat senada dikeluarkan
oleh Imam Baihaqi dari shahabat Ibnu ‘Umar.